Sebentar lagi Mas Nathan, anak saya yang sulung hampir berusia 4 tahun. Padahal, rasanya baru kemarin saya opname karena Hyperemesis, kehamilan yang disertai muntah berlebihan. Eh sekarang Mas Nathan dah mau 4 tahun aja, waktu berjalan begitu cepat.
Saya sengaja tidak memasukkan dia ke Playgroup atau PAUD, karena ga ada yang nganter. Hehe, bukan itu sebabnya sich, tepatnya membiarkan dia puas bermain-main dulu dirumah, dan menikmati masa kanak-kanaknya. Pernah saya mencoba menawarkan dia untuk sekolah, tapi dia tidak mau. Ya sudahlah, saya tidak berhak memaksa. Biarpun hanya dirumah dia sudah hapal lagu beberapa lagu anak-anak, mewarnai walau belum rapi, dan yang pasti sejak berusia 2 tahun lebih sedikit dia sudah bisa "berterima kasih" dan "meminta maaf". Setiap dia melakukan kesalahan, dia akan meminta maap, tanpa saya meminta. Jika saya sudah bermuka sedih, dia sadar kalau dia melakukan kesalahan dan minta maaf pada saya.
Salah satu teman kantor saya beberapa waktu yang lalu mengikuti pertemuan wali murid di Playgrup anaknya. Menurut narasumber yang mengisi acara, anak yang sudah siap masuk TK adalah anak yang sudah mampu mengucapakan terimakasih dan meminta maaf. Bukan karena sudah pintar menyanyi, menggambar atau berhitung. Jika dilihat dari indikator tersebut, saya menilai Nathan sudah pantas masuk TK, disamping usianya sudah memenuhi untuk belajar di TK.
Yang paling susah bagi orang tua sekarang adalah memilih sekolah yang terbaik dan sesuai dengan anak ataupun dompet orang tuanya. Percuma kan, milih sekolah swasta paling OK tapi orang tuanya kembang kempis membiayai, dan lebih memprihatinkan jika pemilihan sekolah hanya karena mengejar gengsi, sekolah di TK A, sudah bilingual, diajarin menulis lagi, dan bla-bla #tepokJidat.
Pun bagi saya dan suami, bingung mau nyekolahin Nathan dimana, tapi jauh-jauh hari saya memang punya sekolah jagoan, walaupun keluarga banyak yang tidak setuju, tapi saya kekeh daftarin Nathan disana.
TK Kanisius Eksperimental Mangunan nama sekolah itu. Pertama mendengar tentang sekolah ini saya sangat tertarik, karena sekolah ini nyeleneh dan anti mainstream kalo kata saya. Karena apa? Di sekolah ini tidak menggunakan seragam dan tidak ada upacara bendera. Nah lo? Ya, siswa bebas mengenakan pakaian asal rapi dan beralas kaki, bahkan sendalan aja boleh.
TK dan SD Kanisius Eksperimental Mangunan didirikan oleh budayawan YB Mangun Wijaya pada tahun 2002, aktivis pemerhati sosial dan penulis buku itu awalnya mendirikan sekolah untuk mewadahi warga Kalitirto Berbah yang tidak mampu bersekolah. Romo Mangun sangat peduli terhadap pendidikan, apalagi pendidikan dasar karena pendidikan dasar akan mendasari kehidupan selanjutnya. Romo Mangun menggunakan konsep pendidikan yang memerdekakan, sehingga siswa tidak merasa terkungkung dengan adanya tata tertib yang kaku. Seragam dan tata tertib terkadang membuat siswa mendapat hukuman yang bukan merupakan esensi dari pendidikan, ketakutan hanya memadamkan kreatifitas dan daya eskplorasi anak.
"Ga disiplin donk, bukankah anak pintar juga karena disiplin?"
Anak-anak atau bisa dibilang generasi sekarang yang sudah dewasa buanyak yang pintar, cerdas, pandai tapi sangat sedikit yang memiliki karakter yang bagus, budi pekerti dan berpikiran kritis. Penanaman karakter dan budi pekerti efektif diberikan saat pendidikan dasar.
Kurikulum PEKIK
Sekolah TK dan SD KE Mangunan masih mangacu pada kurikulum pemerintah, tapi proses pembelajarannya mengedepankan kreatifitas dan mengasah daya pikir, kurikulum ini mewujudkan terbentuknya pribadi pembelajar yang eksploratif, kreatif, integral, dan komunikatif.
Jika kemarin-kemarin orang tua dan guru heboh tentang Kurikulum 13 yang bikin kreatif tapi gurunya susah bikin nilainya, kurikulum disini adalah EMBRIO nya kurikulum 13, para pakar pendidikan mempelajari kurikulum yang diterapkan disini, bahkan guru-guru dari seluruh Indonesia banyak yang studi banding disini. Mahasiswa dari luar negeripun juga banyak yang datang untuk bermain dan belajar dengan anak-anak di sekolah Mangunan.
"Saya kawatir, bagaimana jika anak saya nilainya jelek dan sesudah lulus nanti tidak bisa mengikuti sekolah umum?"
Saat sarasehan antara calon wali murid dan eks walimurid, ada seorang Ibu yang kawatir, bagaimana jika nilai anaknya tidak bagus, seperti saya beberapa waktu yang lalu. Saat ini sekolah-sekolah sibuk menjejalkan aneka pelajaran dengan waktu belajar yang panjang. Kalau dulu saat SD jam 10 saya sudah pulang, tapi anak SD sekarang ada yang pulangnya lebih dari jam 1. Hasilnya NEM mereka memang tinggi. Saat ini yang dikejar memang nilai yang tinggi, semua hanya dinilai dari nilai. Bahkan banyak sekolah yang menghalalkan mencontek demi nilai yang bagus, nilai kejujuran sudah hilang hanya demi nilai. Semua dikorbankan hanya demi nilai, demi mutu, sedang karakter dan budi pekerti? Nol besar. Kegelisahan Ibu tadi sama seperti yang saya rasakan, bahkan saat sudah mendaftar terkadang saya masih galau gimana kalau, gimana kalau..... Tapi anak Ibu tersebut sudah SMP dan diterima di SMP favorit, adiknya pun sekolah disini. Berarti Ibu itu tidak kapok ya. Lantas kenapa saya harus takut?
Tapi saya sadar yang ingin saya tanamkan ke anak bukan mendapat nilai yang tinggi tapi membentuk jiwa yang berkarakter baik, berpikir kritis dan kreatif. Jika seorang anak sudah mempunyai karakter, dia akan dengan mudah beradaptasi. Jika di TK SD belum pernah upacara atau baris berbaris, di masa SMP dia akan mudah mengikuti.
Ibu wali murid itu kembali bercerita, saat anaknya mendapat nilai buruk, dia tidak berusaha menutup-nutupi tapi dengan jujur mengatakan pada Ibunya kalau mendapat nilai 4, disaat sekarang bahkan banyak guru membenarkan mencontek dan memberi bocoran ujian demi nilai yang bagus, tak heran negeri ini banyak orang pintar tapi tidak jujur. Bahkan saat pertama masuk kaget saat anaknya bercerita jika disekolah dajari memanjat pohon padahal anaknya cewek, tapi setelah dijelaskan jika aktivitas fisik itu merangsang kemampuan motorik anak. Saya jadi inget dulu waktu kelas 3 SD, pernah nilai ulangan matematika mendapat 5, saya takut bukan main saat pulang kerumah, dan berusaha menyembunyikan nilai itu, bahkan berkata bohong saat ditanya Ibu saya.
Tujuan Romo Mangun mendirikan sekolah ini adalah menjadikan manusia yang merdeka, manusia yang sadar jika kemerdekaannya dalam berpikir, kebebasan dalam berbuat memang bertujuan untuk membahagiakan dirinya, tapi juga sadar kebebasannya itu juga untuk memperkaya/ berguna bagi masyarakat. Tidak seperti sekarang, banyak orang bebas ngomong, bebas berpendapat, bebas memperkaya dirinya sendiri tanpa peduli lingkungan bahkan cenderung merugikan masyarakat.
Ehm, kok jadi panjang lebar gini yaaa,. Yang menarik dari sekolah ini proses pembelajarannya tidak seperti sekolah pada umumnya, tidak ada guru berdiri di depan menjelaskan pelajaran kemudian memberikan soal beruntun. Tapi siswa di tuntun untuk bertanya dan saling menjawab. Jika sedang mempelajari IPA tentang serangga, maka siswa diajak berkeliling di sawah dan kebun, mengamati aneka serangga dan menyebutkan serangga yang mereka temui. Anak-anak tidak hanya tahu dari buku, tapi benar-benar mengenal dan kreatif bertanya. Guru dapat menggunakan metode belajar yang bervariasi agar anak dapat
senang dalam belajar seperti: observasi, diskusi, percobaan, bahkan
melalui game/permainan. Metode ceramah diupayakan seminimal mungkin. Lengkapnya https://sdkemangunan.wordpress.com/2011/10/27/joyfull-learning/
Biarpun sekolah ini merupakan yayasan Kanisius yang nota bene sekolah Katholik, tapi disini tidak diberikan pelajaran agama. Menurut kepala sekolah, tugas mengenalkan Tuhan ke anak adalah tugas orang tua. Nahlo, saya kan yang repot, kalo sekolah lain dah diajarin macam2 doa,disini para orang tua yang bertanggung jawab. Sekolah ini juga menerima umat Non Katholik, TK KE Mangunan mengutamakan plurarisme, semua murid diajari untuk bertoleransi dan saling menghargai. Biarpun begitu sekolah tidak lepas tangan, tapi ada pelajari Komunikasi antara AKU, ANDA, ALAM dan ALLAH, anak-anak diajari pentingnya komunikasi 4 A. Tapi bener juga sih, banyak orang pintar dalam agama, tapi tidak bisa berhubungan baik dengan orang lain apalagi dengan alam.
Bahkan di SDnya ada pelajaran Komunikasi Iman, anak-anak diajak bermain ke rumah Mbah Somo, yg kurang mampu, rumahnya gubuk. Anak-anak diajak untuk mengenal beliau dan kehidupannya. Setelah itu di kelas anak-anak diajak sharing tentang perasaannya dan apa yang akan dilakukan untuk Mbah Somo. Lengkapnya disini https://sdkemangunan.wordpress.com/2011/10/20/untuk-mbah-somo/ Jika dari kecil sudah belajar bersimpati dan empati semoga generasi mendatang benar-benar menjadi "manusia".
Ohya, biaya sekolah disini tidak mahal, tapi disesuaikan dengan keadaan ekonomi orang tua, saat wawancara wali murid harus mengisi uang gedung dan biaya SPP perbulan, tidak ada standar minimal, kita bebas mau mengisi berapa. Tidak seperti sekolah lain yang sudah menetapkan minimalnya yang berjuta-juta. Tapi, seperti sekolah Kanisius lain diharapkan ada subsidi silang, sehingga yang mmapu membantu siswa yang kurang mampu. Ohya, saat saya memposting gambar sekolah ini di FB banyak yang tertarik, tapi sayang hanya diperuntukkan bagi warga sekitar, adik siswa, dan jika kuota tersisa diisi oleh warga luar atau yang sudah indent nama terlebih dahulu.
Proses pendaftarannya cukup lama, dari tahun 2014 saya sudah indent nama, bulan Februari mengambil formulir pendaftaran, Maret memasukkan formulir, April trial class dan Mapping siswa, akhir April wawancara. Anak saya termasuk pemalu, saat mapping siswa saya harus menunggui di kelas. Tapi saya malah jadi tahu, proses belajar mengajarnya. Ada 20 siswa dalam satu kelas, dan 5 guru. Guru disini, ada yang rambutnya gondrong, bersandal gunung, dan kebanyakan masih muda. Proses belajarnya pun beda ama saat saya TK dulu, disini begitu menyenangkan, saya jadi ingat saat sekolah minggu atau acara outbond yang banyak gamesnya.
Lihat gurunya gaul ya, cewek rambutnya cepak, pake sandal gunung lagi. |
Pelajaran di kelas pun cuma sebentar, hanya sekitar setengah jam. Dilanjut dengan permainan diluar, berkeliling sekolah dan aneka games kreatif. Anak saya yang semula nempel emaknya terus, perlahan mulai mencair, mau bermain dengan temannya dan saat masuk ke kelas sudah mau duduk sendiri.
Acara sarasehan, semacam rapat walimurid dan lesehan saudara. |
Sekolah ini juga menerima siswa berkebutuhan khusus, ada beberapa anak yang tampaknya hyperaktiv tapi guru-gurunya dengan sabar membantu dan mengajari. Saat wawancara gurunya menjelaskan, di TK tidak ada pelajaran Calistung, yang ada hanya pengenalan angka dan huruf. Pelajaran menulis dan berhitung akan diberikan saat SD nanti. Ah , cocok banget ama keinginan saya, biarlah anak-anak puas bermain dulu, soal hitung2an biar emaknya yang mumet saat tanggal tua, hehehe.
Nah, mau tahu sekolahnya seperti apa ?
TK SD Kanisius Eksperimental Mangunan memang tidak mempunyai gedung bertingkat hanya rumah joglo dan tidak berpagar. Romo Mangun menginginkan budaya Jawa tetap terjaga dan anak-anak merasa seperti dirumah sendiri. Joglo dan bangunan lain bisa digunakan oleh warga sekitar dengan gratis, bisa untuk acara pertemuan atau nikahan.
Halaman luas, ada sungai, kolam bahkan kandang sapi, menjadi lahan siswa untuk belajar dan bermain. Anak saya seneng banget kalau kesekolah, apalagi yang kecil, dikiranya taman bermain kali ya.
Bentuk dan tata letak bangunan SDKE Mangunan yang berada ditengah
perkampungan dusun Mangunan, desa Kalitirto, kecamatan Berbah, kabupaten
Sleman Yogyakarta ini dirancang mendukung proses pembelajaran yang
mengembangkan jiwa PEKIK : Pendidikan yang Eksploratif, Kreatif,
Integral dan Komunikatif pada diri siswa. Misalnya, pengenalan teknologi
secara sederhana melalui pengalaman sehari-hari : kelas terapung
(teknologi kapal), selain itu mengenalkan rumah tradisional Jawa berupa
limasan, kampung, maupun joglo. SDKE Mangunan merupakan perwujudan
cita-cita Romo Mangun untuk mengembangkan model pendidikan memerdekakan
dan humanis dengan membangun komplek sekolah berpola masyarakat pedesaan
jawa sebagai manifestasi miniatur kehidupan masyarakat. Membangun
sekolah dasar sebagai tempat belajar yang aman, nyaman dan kondusif. (Teraswarta.com)
Setidaknya, kebebasan berpakaian karena tak ada kewajiban berseragam.
Proses pembelajaran berlangsung santai, lebih mirip diskusi. Anak-anak
tampak dengan mudah menyampaikan pendapat kepada guru yang mengajar.
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Setidaknya, kebebasan berpakaian karena tak ada kewajiban berseragam.
Proses pembelajaran berlangsung santai, lebih mirip diskusi. Anak-anak
tampak dengan mudah menyampaikan pendapat kepada guru yang mengajar.
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Setidaknya, kebebasan berpakaian karena tak ada kewajiban berseragam.
Proses pembelajaran berlangsung santai, lebih mirip diskusi. Anak-anak
tampak dengan mudah menyampaikan pendapat kepada guru yang mengajar.
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Setidaknya, kebebasan berpakaian karena tak ada kewajiban berseragam.
Proses pembelajaran berlangsung santai, lebih mirip diskusi. Anak-anak
tampak dengan mudah menyampaikan pendapat kepada guru yang mengajar.
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Kepala SD Kanisius Eksperimen Mangunan Y Siswandi mengatakan, nuansa kebebasan sengaja ditumbuhkan untuk menghindari tumbuhnya rasa takut pada anak. Seragam, misalnya, sering kali menjadi alasan murid menerima hukuman yang sebenarnya tidak esensial untuk proses pendidikan. Seragam dan tata tertib yang kaku sering kali menjadi instrumen penanaman ketakutan dari guru kepada murid. Padahal, ketakutan hanya akan memadamkan kreativitas dan daya eksplorasi anak, ujarnya di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3).
Meskipun masih mengacu pada kurikulum pemerintah, proses pembelajaran sekolah yang lebih dikenal sebagai SD Mangunan itu mengedepankan pengasahan kreativitas, daya eksplorasi anak, dan perpaduan integral dari keduanya yang membentuk kemampuan berpikir kritis. - See more at: http://www.kesekolah.com/artikel-dan-berita/berita/pendidikan-di-sekolah-pengusung-kebebasan.html#sthash.woPUs9Bg.dpuf
Nah, sudah taukan kenapa saya memasukkan Nathanael ke TK Kanisius Eksperimental Mangunan ini, biarlah dia jadi manusia yang merdeka tapi bertanggung jawab bagi dirinya sendiri dan sesama serta lingkungan.
Tapi ada satu hal yang membuat saya agak menyesal, itupun baru saya sadari akhir-akhir ini, yaitu ga bakal ngelihat Nathan pake seragam Merah Putih kayak saya dulu :p
baru tahu kurikulum PEKIK seperti apa :D
BalasHapusnyaman ya tempatnya
adik-adik sukses ya
BalasHapusAih kok jd mupenggg..Ais baru mau coba tak sekolahin lg..kl anaknya mau..
BalasHapuskonsep sekolahan kaya gini yang keren yah mba.. saya setuju kok, bahwa anak sekolah itu gak harus punya nilai bagus yg penting kepribadiannyaa
BalasHapuswih mantep, bener-bener masa indah anak-anak diperhatikan ya mak
BalasHapuswah ada foto saya di sarasehan wali murid :D
BalasHapusMom, disana jadwal "sekolah" nya sampai jam berapa ya ? Butuh yg bisa daycare juga..
BalasHapusAku dari Jayapura baru study Tour di sekolah ini ternyata luar biasa. kebebasan ekspresi. Guru-guru sangat kreatif, anak-anak diberi kebebasan belajar.
BalasHapusApa bisa masuk di twngah semester seperti ini mom
BalasHapusApa bisa masuk di tengah semester seperti ini mom
BalasHapusminggu lalu tgl 24 januari 2018 saya dan teman teman mahasiswa universitas negeri malang mengujungi lembaga ini . memang lembaga ini cukup menarik dan pantas di buat untuk rujuka
BalasHapusSaya ijin share njih 🙏🙏
BalasHapusHalo Mba.. saya Brithgita saat ini anakku usia hampir 4 tahun, dan kami tinggal di kalimantan. salam kenal. Wah, rasa penasaran saya terjawab mengenai tk eksperimental ini. Sungguh, saya merasa bahwa pendidikan di pulau jawa memang benar2 maju ya di banding di daerah. Sebentar lagi greg anakku akan kami masukkan tk di kaltim ini . Jadi saya sering mencari info tk di jawa yg anti mainstream seprt tk eksperimental ini, dan baru hari ini baca penjelasan mbak. Senang sekali rasanya kalo bs sekolah di tk eksperimental ya mbak. Semoga sekolah2 lainnya bs mengikuti jejak sekolah yg didirikan Romo Mangun ini, jadi tak hanya menilai dari nilai, namun memerdekakan siswa dLam aspek pertumbuhannya. Berkah dalem
BalasHapus