Persiapan atraksi Barongsai (dok pri) |
Rintik hujan menyambut kami begitu mobil memasuki kawasan Jl. Slamet Riyadi Solo. Jumat sore saya sekeluarga menyempatkan diri ke Solo untuk melihat kemeriahan kembang api Solo Imlek Festival di kawasan Pasar Gede. Demi apa sih kami jauh-jauh dari Jogja ke Solo? Pastinya demi menyaksikan lampion-lampion cantik dan meriahnya perayaan menjelang tahun baru Cina.
Sobat Prima, setiap tahun menjelang tahun baru Imlek berbagai acara
digelar di kawasan Pasar Gede dari
pemasangan lampion 12 karakter, gapura Imlek , donor darah, pemecahan
rekor kaligrafi aksara Jawa, Grebeg Sudiro hingga pesta kembang api.
Seru abis, seandainya ada waktu maunya semua acara saya datangi tapi
bagaimana lagi, kami kan (sok) sibuk sehingga harus milih acara mana
yang pas waktunya.
Agenda tahunan yang selalu
diselenggarakan di Solo ini sayang sekali jika dilewatkan. Jauh-jauh
hari saya sudah booking kamar di salah satu hotel dekat Pasar Gede, duo
anak lanang pun sudah bersemangat sekali saat saya bercerita kalau kami
bakal lihat Barongsai dan kembang api. Rintik hujan sore itu sedikit membuat semangat kami hilang. Tapi bagaimana lagi, Imlek erat kaitannya dengan hujan. Jadi disyukuri sajah.
Okeh, sebelum saya cerita meriahnya malam menjelang Imlek di Pasar Gede saya harus sharing dulu tentang Grebeg Sudiro yang dilaksanakan 7 hari sebelum Imlek. Tradisi Grebeg Sudiro merupakan perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa. Grebeg Sudiro ini salah satu bentuk pembauran antara etnik Jawa dan
Tionghoa. Bukan hanya orangnya yang membaur, tetapi juga seni dan
budayanya. Ini memang seperti kue ampyang di mana kacangnya adalah etnik
Tionghoa dan gulanya etnik Jawa.
Grebeg Sudiro, Akulturasi Cantik dari Budaya Jawa dan Tionghoa
Perayaan Grebeg Sudiro (sumber gambar Soloinfo.id) |
Dari Wikipedia Grebeg Sudiro adalah suatu perayaan perpaduan dari masyarakat Tionghoa-Jawa. Kata grebeg sendiri merupakan tradisi khas jawa untuk menyambut hari-hari khusus seperti: Mulud (kelahiran Nabi Muhammad), Syawal (lebaran), Idul Adha, Suro (Tahun Baru Jawa). Puncak perayaan ini ialah saat perebutan hasil bumi, makanan, dll yang disusun membentuk gunung. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah Jawa ora babah ora mamah yang artinya, jika tidak berusaha tidak makan. Sedangkan, bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Nah, saat Grebeg Sudiro ada berbagai gunungan yang diarak dan yang paling khas dan banyak diperebutkan masyarakat biasanya gunungan kue kerangjang. Karnaval Gerebek Sudiro diarak mengelilingi kampung Sudiroprajan dan berakhir tepat di depan Pasar
Gede.
Sebelum ada Tradisi Grebeg Sudiro warga Kampung Sudiroprajan telah memiliki sedekah bumi yaitu
“Buk Teko”, sebuah tradisi yang sudah berjalan puluhan tahun untuk
menyambut imlek, yang merupakan cikal bakal dari ritual Grebeg Sudiro. Nah, sejak 4-5 tahun lalu Grebeg Sudiro mulai diadakan. Tradisi Grebeg Sudiro menjadi bentuk konkret atas pembauran
budaya antara tradisi Jawa dan Tionghoa ini bukan dicetuskan oleh warga kampung, para seniman, tokoh
masyarakat dan aparat kelurahan. Salut yaaa, dengan kompak mereka tetap menjaga keharmonisan walaupun dari latar belakang yang berbeda.
Lampion Simbol Kebahagiaan dan Harapan
Sepanjang Gladak ke utara sudah penuh dengan lampion (dokpri) |
Setelah check in di hotel dan menyimpan barang bawaan, kami segera menuju ke arah Pasar Gede. Takutnya keburu malam dan duo anak lanang ngantuk. Begitu memasuki Gladak ke utara, ratusan lampion merah langsung tampak sangat meriah. Lampion berbentuk hewan lambang 12 shio pun berjajar di tengah jalan.
Aneka lampion berbentuk tokoh shio (dokpri) |
Begitupun di pinggir jalan, ada beberapa lampion berbentuk tokoh kartun di pasang diatas trotoar. Ada Pokemon hingga Doraemon. Duo anak lanang jingkrak-jingkrak dan pengen banget foto di dekat lampion-lampion lucu itu.
Duo anak lanang pose bareng si Bapak (dokpri) |
Setelah memarkir kendaraan kami menyusuri jalan Sudirman yang mulai ramai oleh pengunjung. Sayang, hujan rintik masih mengguyur Solo malam itu. Kami ngga bisa leluasa kesana kemari karena mesti pake payung.
Pintu gerbang menuju ke arah Pasar Gede (dokpri) |
Selamat tahun baru Imlek 2568 (dokpri) |
Puas melihat lampion bergambar tokoh, kami segera menuju ke arah Pasar Gede. Dan kami takjub akan banyaknya lampion merah dan gapura bertaburkan lampu warna-warni. Tulisan Selamat Tahun Baru Imlek 2568/2017 di gapura menyambut kami. Disusul deretan lampion merah diatasnya.
Selpi dulu (dokpri) |
Melihat yang indah-indah gitu siapa yang ngga tergoda untuk berpose gaes. Langsung daaah, selpi ya. Mohon dimaklumi, mamah muda suka selpi. LOL. Makin ke sini ternyata makin rame gaes. Memang pusat acara di depan Pasar Gede, disana ada panggung dimana pertunjukan pertunjukan dipentaskan. Seperti pentas tari, Liong, Taichi, Musik Cina dan yang dinanti banyak orang yaitu atraksi Barongsai.
Atraksi tari (dokpri) |
Suasana di dekat panggung penuh sesak, duo anak lanang urung mendekat karena selain gerimis pengunjung juga berdesak-desakan. Daripada mereka gepeng mending di pinggir bersama si Bapak. Kalau saya mah big body jadi ngga kawatir kegencet-gencet. LOL
Pasar Gede (dokpri) |
Icon dari Solo tak lain adalah Pasar Gede. Pasar tradisional yang sudah berusia puluhan tahun ini sejak dulu menjadi salah satu urat nadi perekonomian di Solo. Segala macam ada di Pasar Gede, saya jadi ingat beberapa waktu yg lalu pernah ke sini dan lihat penjual Sawi yang difermentasi, semacam Kimci dan baunya agak menyengat. Tak heranlah, karena disini dekat Pecinan, kawasan pemukiman Tionghoa.
Lampion terlihat dari dekat (dokpri) |
Lampion cantik ini ada di depan pasar Gede. Terpasang diatas tugu jam. Sangat indah. Lampu-lampu kecil berwarna ungu dan tengahnya lampion-lampion merah terlihat seperti bunga. Sayang donk kalau ngga mengambil gambar lampion itu.
lampion nampak menaungi Tugu Jam (dokpri) |
Orang-orang berduyun-duyun mendekati tugu jam dan melihat lampion itu. Karena momen seperti ini memang tidak setiap waktu ada, pastinya hanya saat perayaan Imlek. Melihat banyaknya lampion saya jadi bertanya - tanya, kenapa ya harus ada lampion di perayaan Imlek?
dokpri |
Menurut sejarah, diperkirakan tradisi memasang lampion sudah ada
di daratan Cina sejak era Dinasti Xi Han, sekitar abad ke-3 masehi.
Munculnya lampion hampir bersamaan dengan dikenalnya tehnik pembuatan
kertas. Lampion pada masa-masa awal memang diduga telah menggunakan
bahan kertas, selain juga kulit hewan dan kain. Lampion mulai
diidentikkan sebagai simbol perayaan Tahun Baru dalam penanggalan
Tionghoa pada masa Dinasti Ming.
Pendar cahaya merah dari lampion memiliki makna filosofis tersendiri. Nyala merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat angkara murka yang disimbolkan dengan raksasa bernama Nian. Memasang lampion di tiap rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan. (sumber Indonesiakaya.com)
Pendar cahaya merah dari lampion memiliki makna filosofis tersendiri. Nyala merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat angkara murka yang disimbolkan dengan raksasa bernama Nian. Memasang lampion di tiap rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan. (sumber Indonesiakaya.com)
Bersiap atraksi barongsai (dokpri) |
Tabuhan senardrum memanggil banyak orang semakin mendekat ke arena terbuka di depan panggung. Rupanya atraksi Barongsai siap dimulai. Tak hanya penampilan dari anak muda keturunan Tionghoa tetapi juga tim dari kepolisian yang ikut menampilkan kemahiran memainkan Barongsai dan Liong.
Atraksi Barongsai selesai saya menuju Klenteng Tien Kok Sie, yang merupakan klenteng terbesar di Solo. Klenteng Tien Kok Sie juga disebut Vihara Avalokiteswara terletak di selatan Pasar Gede . Klenteng ini merupakan tempat ibadah Tridharma (Taoisme, Khonghucu, dan Budha. Nampak beberapa penjaga keamanan dari Banser dan kepolisian menjaga tempat ini. Salut yaaaa, walaupun berbeda suku dan agama masih ada kepedulian dan solidaritas bersama untuk menjaga keamanan.
Klenteng Tien Kok Sie (dokpri) |
Tim keamanan dari Banser (dokpri) |
Beberapa warga Tionghoa nampak memasuki Klenteng untuk berdoa, menyambut tahun baru saudara kita Tionghoa pasti memanjatkan harapan terbaik. Dupa dan aneka persembahan tertata rapi di meja altar. Asap dupa membubung dari dalam Klenteng menjadi perlambang harapan-harapan di tahun baru yang terbang ke langit.
meja altar yang penuh persembahan (dokpri) |
Semakin malam pengunjung semakin banyak, anak-anak, tua, muda, Jawa, Tionghoa, dan mungkin saudara dari suku lain berjejal demi menyaksikan kemeriahan perayaan Tahun Baru Imlek. Semua jadi satu, semua merasa Imlek ini milik mereka bukan hanya punya Tionghoa. Di kanan kiri, depan belakang nampak banyak orang yang berswafoto, mengabadikan tahun baru Imlek 2568.
Jangan lupa wefie (dokpri) |
Duo anak lanang mulai ngantuk dan mas bojo sudah memberi kode untuk segera balik ke hotel. Niat hati ingin melihat warna warni kembang api tepat pukul 12 malam tapi apa daya daku seorang Ibu yang harus segera menidurkan anak lanang. Setidaknya, saya sudah mengenalkan mereka akan lampion cantik, klenteng tempat ibadah dan perayaan Tahun baru saudara Tionghoa. Agar kelak mereka menghormati dan tak pernah bertanya kenapa budaya berbeda atau menggangap mereka bukan saudara ada perbedaan.
Sobat Prima, perayaan Imlek di Indonesia tak hanya di Solo, banyak kota besar lain juga merayakan tahun baru Imlek seperti di Semarang, Jogja, Singkawang, Palembang dan kota lain. Saya ingin sekali juga bisa menyaksikan salah satu kekayaan budaya Indonesia seperti festival Imlek di kota lain. Semoga saja Tuhan mengabulkan mimpi saya bisa ikut serta merayakan Cap Gomeh 11-12 Februari mendatang di Palembang yang merupakan serangkaian acara Festival Imlek Indonesia 2017. Ohya, kalian bisa ceki ceki festival Imlek di kota lain di www.festivalimlekindonesia.com
Selamat tahun baru Imlek 2568.
Selamat tahun baru Imlek 2568.
Gong Xi, Gong Xi.
wah suasana imlek memang meriah yaa, di beberapa daerah di Indonesia begitu terasa, seru banget
BalasHapusDaku malah belum pernah ikutan kemeriahan imlek di Solo mbak, padahal pengen sih. Next year moga bisa.
BalasHapusTahun ini di Jgj ada parade di sepanjang Malioboro gak sih?
Cici Prima qiong hi qiong hi yaaaaa :p
BalasHapusSukaaaa bangetliat lampion
BalasHapusMeriah dan bikin suasana jadi ceria
wahhh sepertinya seru ya malam tahun abru imleknya... saya hari itu hanya diruamh saja,
BalasHapusbagus ceroitanya kak...
Wahh.. Rame ya.. meriah banget. Itu gambar lampion dari dekatnya cantik bangettt ^^
BalasHapusduh senengnya bisa melihat perayaannya langsung... paling aku hanya ikut meramaikan di mall... meramaikan makan2 maksudnya :)
BalasHapuswah asyiknya bisa lihat barongsai. Saya udah dua tahun ini nggak liat perayaan imlek dan capgomeh...:(
BalasHapusGong Xi... Aaah aku jadi kangen Solo mba Prima :) Tahun lalu sempet merasakan kemeriahan imlek di Pasar Gede juga. Tahun ini kayaknya lbh meriah ya.. Aku baru tau filosofi lampion mba, tfs yaa..
BalasHapusEmang pasar gede tiap tahunya ngerayain imlek dan banyak agendanya disana... tahun lalu aku juga sempat keliling di acara sana... seru dan menarik juga ya tahun ini...
BalasHapusWuih, rame banget ya perayaan Imlek di Solo. Di Semarang sebenernya juga ada, cuma tahunya telat banget jadinya nggak bisa liat deh. Dasar blogger kudet. Hiks. Di sini (Pemalang) nggak terlalu rame gaungnya, dan nggak ada event khusus gitu buat perayaan. Di pusat-pusat perbelanjaan pun nggak ada yang pasang lampion, padahal pemilik swalayan rata-rata chinese. Yang rame paling cuma di kelenteng aja, itupun kelentengnya jauuuuuh di luar kota, malah udah deket ke Pekalongan sana. Jadinya ya nggak bisa ikut nyaksiin Imlek deh.
BalasHapusSalam kenal...tulisan menarik..sy banyak belajar dari blog ini..mohon kesediaan bertandang dan meninggalkan jejak komentar pada tulisan saya ini terima kasih http://charlesemanueld.blogspot.co.id/2017/01/teman-terbaik-membidani-ekspresi-diri.html
BalasHapusWahhhh.... imleknya keren yah di solo. seru banget. kapan punya kesempatan buat jalan kesana pas imlek yak.... *liat kalender tahun depan*
BalasHapusSeru banget ya Mb.. Sayangnya aku belum pernah lihat.. Terakhir ke Solo hunting batik ke Kauman..
BalasHapuswah meriahnya mbak ,,,,, .... selamat tahun baru ya mbak prisma ,semoga bahagia ,,, jgn lupa ada angpau kirim2 ke Bondowoso heheheh
BalasHapusMeriah banget, seru degan keseruan2 seperti ini yang membaur dengan damai
BalasHapussemakin malam semakin meriah dan cantik2 lampionnya ya mbak..
BalasHapusJadi jalan2 sekalian memberikan pengertian ya bahwa mengapa tidak sama ^^ di dkt rumah ada klnteng dan pengin foto2 tapi blum ksampean
BalasHapusWeeeh seru ya Imleknya mba. Cantik-cantik banget lampionnya.
BalasHapusAku ikut excited deh lihat keluarga mak Prim yang selalu piknik bersama di weekend. Aku kurang suka dg kata2 "kurang piknik" tapi yg dimaksud adalah piknik sendiri, anak2 ditinggal dirumah disuruh sekolah. Family should be like this. Seru imlek di Solo. Biasanya cap gomeh lebih seru lagi ya?
BalasHapusRame Banget dan Seru Tapi Sayang Engga Kebagian Nonton kembang apinya yaa
BalasHapuslampionnya lucu, ramai ya disana pas perayaan imlek. Disini mah sepi2 aja :D
BalasHapusWaaaah seru banget. Di Bandung juga ada perayaan malam Imlek seperti itu. Sayang banget jauh dari rumah. Jadinya ya, ikut menikmatinya hanya dari tv....
BalasHapusMeriahnyaaaa.. Seru banget perayaan imlek di sana. Dan aku makin mupeng explore Solo, huhuhu.
BalasHapusWuaaah ternyata perayaan imlek di Solo meriah banget ya. Jadi pengin melihat langsung :)
BalasHapusTahun depan wajib ada disitu ah, eh ini tiap tahun sama kan mak?
BalasHapusmeriah sekali ya, pasti seru deh
BalasHapusSerunya yaaa Imlek di Solo, meriaah..
BalasHapusMbaakk... Jadi pengen pulang kampung saya.. Kangen solo.. Kangen jajanan2 pasar gede... Saya belom pernah menikmati suasana imlek di pasar gede.. Smoga tahun depan bisa imlekan di solo..
BalasHapusGong xi gong xi .
Waaah seru banget mbak kakak Prima acara Imleknya. Suami dan anakku juga seneng kembang api, kalau aku menatap lampion aja udah bahagia...gak tahu kenapa, hehee
BalasHapusLengkap sekali ulasan dan dokumentasinya Mbak :) suka sama poto lampion merahnyaaaa >.<
BalasHapusserunyaaaa....aku kalau Imlek pasti inget masa kecil..karena dulu tetangganya imlek an semua :D
BalasHapus