"Sampun waktunipin imsak bapak-bapak, ibu-ibu, sedherek sedoyo"
"Imsaaaaaaaaak"
"Ällahuakbar..... "
Suara adzan subuh membangunkan saya. Lebih tepatnya membuat saya benar-benar bangun. Sedari tadi pukul empat saya sudah mulai terjaga, meski masih awang-awangen untuk bangun. Di hari Sabtu saya lebih bisa bersantai dalam hal bangun pagi, berbeda jika weekday dimana pukul 4 saya sudah harus berjibaku dengan dapur dan sumur.
Sekarang bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri tinggal 13 hari lagi. Dalam kesunyian seperti ini saya teringat jika tak ada lagi Mamak, mertua kesayangan saya. Hampir 7 bulan beliau telah meninggalkan kami, anak-anak, menantu dan cucu-cucu beliau.
Jika ada yang bertanya kenapa saya tidak pernah menuliskan moment ketika beliau sakit dan meninggal, bukan karena beliau tidak berati bagi saya tapi jujur setiap mengetikkan kata mamak dan mengingat beliau saya hanya bisa menangis. Begitupun sekarang, baru menulis pengantar hidung saya sudah penuh dengan ingus dan mata sembab.
Sampai sekarang pun saya tak pernah berlama-lama berada di rumah Mamak, paling sekedar mengambil motor saja. Bukannya takut, rumah yang sekarang tak berpenghuni itu masih berasa ada aura Mamak. Jika saya masuk ke rumah rasa-rasanya seperti ada yang manggil "Nduk, reneo"
Saya merasakan kesedihan yang amat sangat jika masuk ke rumah itu. Rumah yang menjadi rumah saya semenjak menikah dan meninggalkan rumah orang tua saya. Berada di rumah itu saya hanya merasa kehilangan dan kesedihan.
Mamak sangat berarti bagi saya.
Meski bukan perempuan yang melahirkan saya. Kami saling mengenal semenjak terikat menjadi menantu dan mertua sejak 8 tahun yang lalu. Walaupun bukan perempuan yang merawat saya tetapi waktu 8 tahun yang terasa singkat menjadi waktu yang sangat panjang dan menjadikan Mamak sosok Ibu bagi saya.
Beliaulah yang merawat saya dengan sabar ketika saya bedrest dan muntah tiada henti saat mengandung. Mamaklah yang mengasuh duo anak lanang sedari bayi. Mungkin mamak juga menjadi Ibu bagi duo anak lanang karena selama hampir 9 jam saya meningalkan mereka, Mamaklah yang menemani. Apalagi 4 tahun pertama suami tugas keluar kota dan hanya pulang 2 minggu sekali.
Menjelang lebaran seperti ini rasa kehilangan semakin besar. Lebaran dimana mamak akan menyiapkan ketupat dan opor yang begitu lezat. Menantunya ini tinggal duduk manis sambil lihat tivi. Jika saya mencoba membantu, saya hanya "diusir".
"Udah sana momong anak saja" kata Mamak
Malam takbiran ketupat sudah siap, opor ayam kampung tersaji di meja dan sambal goreng kentang sangat menggoda untuk dinikmati.
"Uwis, gek dho maem" Mamak menyuruh kami semua menikmati ketupat lebaran yang masih panas.
Pagi harinya saudara-saudara suami akan datang berduyun-duyun ke rumah, karena Bapak (suami mamak) merupakan anak tertua dikeluarganya. Meskipun kami Nasrani tetapi budaya lebaran, silaturahmi dan sungkem juga kami anut seperti masayarakat Jawa lainnya.
Besok, di hari Lebaran rumah bakal sepi, saya dan suami yang harus sowan ke rumah paklik bulik, silaturahmi. Tak ada lagi yang tertua di rumah kami.
Lebaran tanpa ketupat dan opor serasa ada yang kurang, yah walaupun kebiasaan itu baru 8 tahun ini saya ajalani. Di Klaten ketupat opor dimasak sepekan setelah hari raya, disana ada hari bakdo kupat. Saat lebaran juga masak opor sih tapi tanpa ketupat.
Sekarang saya sedang berpikir, besok pas lebaran saya mau masak ketupat atau tidak. Jujur, untuk sekedar masa opor ayam dan sambal goreng saya bisa. Sebagai anak perempuan tertua dari 3 laki-laki sejak kecil saya sudah terbiasa masak. Yah, meski rasanya gitu deh, tapi bukinya adek-adek saya doyan :)
Ibuk saya sendiri selalu membuat ketupat saat bakdo kupat tapi saya hanya membantu memasukkan beras ke dalam ketupat. Saya belum pernah memasak sendiri ketupat mulai dari 0 hingga matang. Takaran dan ukuran beras serta caranya hanya tahu setengah-setengah. Jelas saya belum berani turun tangan sendiri membuat ketupat.
Bingung. Sampai sekarang saya masih galau mau bikin ketupat dan teman-temannya di hari raya lebaran besok atau enggak. Tetapi, suami sangat suka makan ketupat dan opor ditemani emping goreng. Rasanya kok dia bakal kecewa jika tak ada ketupat di hari besar itu. Dan mungkin dia akan semakin teringat akan Mamaknya.
Ehm, mumpung masih ada waktu rasanya saya harus segera memutuskan untuk membuat ketupat sendiri atau pesan lontong ditempat saudara sedangkan opor dan sambal goreng saya masak sendiri. Jika mau bikin ketupat sendiri saya harus kursus ke tempat ibu dan menanyakan dengan detil cara membuat ketupat yang enak.
I feel you MakMa. Meskipun Ibuk alm sudah pergi hampir 4 th yang lalu, Ramadhan begini selalu bikin aku melow. Semoga kita selalu dikuatkan ya
BalasHapus