sumber gambar :
http://www.asianagri.com/id/bisnis-kami/bisnis-kami/pabrik
|
Royal Golden Eagle (RGE) memiliki anak perusahaan di
bidang kelapa sawit. Salah satunya adalah Asian Agri yang dikenal sebagai salah
satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia. Mereka mampu menggapai
pencapaian tersebut karena kemampuan produksi yang tinggi.
Bayangkan saja, setiap tahun, Asian Agri mampu
menghasilkan crude palm oil (CPO)
hingga satu juta ton. Bahan baku diperoleh dari hasil mengelola perkebunan
seluas 160 ribu hektare bersama dengan para petani plasma.
CPO sangat diperlukan oleh publik. CPO bisa digunakan
untuk berbagai keperluan yang berguna dalam keseharian, misalnya untuk
pembuatan minyak goreng, margarin, sabun, hingga berbagai produk perawatan
kecantikan. Selain itu, masih banyak lagi produk yang dapat dihasilkan dari
CPO.
Tentu saja menarik untuk melihat proses produksi CPO yang
dijalankan Asian Agri. Unit bisnis bagian RGE tersebut menjalankan pembuatannya
secara sistematis dengan pemanfaatan teknologi tinggi.
Ternyata dibalik produksi CPO, terdapat kerja keras dan
proses yang teratur untuk menghasilkannya. Hal tersebut sudah dimulai dari
sejak penanaman pohon kelapa sawit.
RANGKAIAN PROSES
Setelah ditanam, perlu waktu minimal tiga tahun supaya
kelapa sawit bisa dipanen. Setelah buahnya muncul, proses pemanenan dilakukan.
Buah kelapa sawit diambil untuk dibawa ke pabrik dan dijadikan bahan baku CPO.
Di situ proses pengangkutan dijalankan dengan menggunakan kendaraan seperti
truk.
Sesampainya di pabrik, buah kelapa sawit menjalani
serangkaian proses untuk produksi CPO. Saat ini, Asian Agri memiliki 20 pabrik
berbeda. Di situlah buah kelapa sawit hasil perkebunan seluas 160 ribu hektare
diolah menjadi CPO.
Adapun proses ekstrasi CPO dimulai dari proses pemisahan
antara buah dan janjang. Untuk melakukannya, Tandan Buah Segar (TBS) menjalani
proses sterilisasi dengan menggunakan uap. Proses ini dinamai sebagai sterilizing.
Setelah itu ada pula proses thressing untuk memisahkan TBS dari janjang. Kedua proses
pengolahan awal tersebut mesti dijalani selama satu setengah jam.
Sesudahnya, buah yang telah terpisah dari janjang
memasuki proses berikutnya. Mereka dibawa masuk ke pos pengepresan. Di sana
buah menjalani proses yang disebut pressing.
Proses tersebut perlu dilakukan untuk memeras minyak
kelapa sawit. Selama itu, buah dimasukkan ke dalam tungku-tungku digesting. Di sini biji buah kelapa
sawit terpisah dari daging buahnya yang telah menjadi minyak.
Oleh sebab itu, dikenal ada dua buah jenis minyak kelapa
sawit, yakni minyak daging buah (mesocarp)
dan minyak kernel dari biji atau kernel. Jumlah minyak kernel yang dihasilkan
sebenarnya cukup besar. Untuk setiap 10 ton minyak sawit diperoleh sekitar 1
ton minyak kernel.
Asian Agri memisahkan biji kelapa sawit ke fasilitas
lain. Oleh unit bisnis Royal Golden
Eagle tersebut, biji diangkut ke Palm Kernel Crushing Plant. Di sana
mereka menjalani serangkaian proses untuk diolah menjadi minyak kernel.
Sementara itu, minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari
proses pengepresan harus menjalani proses berikutnya sebelum menjadi CPO.
Proses yang dinamai klarifikasi mesti dijalani.
Dalam proses tersebut memurnikan minyak kelapa sawit dimurnikan. Dari kegiatan ini, Asian Agri bertujuan untuk
memisahkan minyak dari ampas dan kotoran. Selain itu, mereka juga berusaha
menghilangkan kelembapannya.
Ampas dan kotoran masuk ke
fasilitas sludge settling. Itu
berlanjut ke proses centrifuging
decanting. Sesudahnya limbah masuk ke fasilitas effluent treatment untuk menjalani serangkaian pengolahan.
Adapun minyak yang
dimurnikan menjalani proses purification
dan drying. Inilah yang akhirnya
berujung terhadap kehadiran CPO.
Sebelum dipasarkan, CPO
disimpan Crude Palm Oil Storage.
Setelah itu baru dibawa ke Refinery
atau diangkut dengan kapal menuju ke pasar yang ditargetkan.
AMAN UNTUK LINGKUNGAN
Dalam proses pengolahan CPO terdapat sejumlah bahan sisa
yang dihasilkan. Hal itu telah ada sejak awal proses produksi. Namun, Asian
Agri berhasil memanfaatkannya sedemikian rupa demi kelestarian lingkungan.
Dari proses awal misalnya. TBS dipisahkan antara buah dan
janjang. Alhasil, banyak janjang yang dihasilkan. Oleh Asian Agri, janjang
dimanfaatkan untuk mendukung perkebunan kelapa sawit.
Anak perusahaan Royal Golden Eagle
ini memanfaatkan empat pabrik untuk mengolah janjang. Bersama dengan limbah
cair atau effluent, janjang dibuat
sebagai kompos. Sementara itu, janjang kosong dikembalikan ke kebun dan
digunakan sebagai pupuk organik.
Selain itu, ada pula produk sampingan, seperti serat mesocarp. Sisa produksi ini sebenarnya
juga berguna karena pada umumnya masih mengandung sedikit minyak dan serpihan
cangkang. Produk ini digunakan sebagai sumber energi yang murah untuk
menggantikan bahan bakar fosil.
Bukan hanya itu, pengolahan lebih lanjut juga diterapkan
ke Palm Oil Mill Effluent (POME).
Oleh Asian Agri, POME berhasil dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik
tenaga biogas. Oleh sebab itu, unit bisnis RGE tersebut mendirikan Pembangkit
Listrik Tenaga Biogas (PLTBG).
Lewat PLTBG ini, Asian Agri malah memberi manfaat positif
kepada masyarakat dan lingkungan. Mereka bisa menyalurkan sisa listrik yang
dihasilkan kepada masyarakat di sekitar perusahaan. Selain itu, pemanfaatan
listrik tenaga biogas jauh lebih ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil.
Lihat saja, keberadaan PLTBG mampu mengurangi emisi yang dihasilkan hingga 60
persen.
Hingga Januari 2018, Asian Agri telah berhasil meresmikan
PLTBG ketujuhnya. Namun, anak perusahaan RGE ini berniat membangun 20 PLTBG
pada tahun 2020. Jumlah ini diperlukan supaya di setiap pabriknya ada satu
PLTBG. Nanti, 20 PLTBG tersebut akan menghasilkan listrik berkapasitas 44 MW.
Langkah ini jelas memberi manfaat positif. Bagaimana
tidak, sisa hasil produksi CPO tidak dibuang begitu saja. Asian Agri
mengolahnya menjadi berbagai hal yang berguna mulai dari pupuk sampai sumber energi
listrik.
BERPEGANG TERHADAP PRINSIP 5C
Asian Agri mengatur proses produksi CPO secara detail.
Mereka melakukannya karena merasa bertanggung jawab terhadap alam dan
lingkungan. Selain itu, sebagai bagian dari grup Royal Golden Eagle, mereka
mesti menjalankan filosofi bisnis 5C.
Pengusaha Sukanto Tanoto mendirikan RGE pada 1973 dengan
nama awal Raja Garuda Mas. Kini, RGE sudah menjadi korporasi kelas
internasional dengan berbagai bidang bisnis berbeda. Selain kelapa sawit, RGE
berkecimpung di industri pulp dan kertas, serat viscose, selulosa spesial, serta minyak dan gas.
Sekarang aset RGE ditaksir mencapai
18 miliar dolar Amerika Serikat. Mereka pun mampu membuka lapangan kerja untuk
sekitar 60 ribu karyawan. Anak perusahaannya pun tidak hanya ada di Indonesia,
namun bisa ditemui pula di Tiongkok, Brasil, dan Kanada.
Sukanto Tanoto menggariskan RGE supaya berguna kepada
pihak lain. Ia pun menggagas filosofi bisnis 5C yang terdiri dari kewajiban
untuk berguna bagi Community, Country, Climate, Customer, dan Company.
Asian Agri pun menjalankannya dengan baik. Anak
perusahaan Royal Golden Eagle ini berhasil memberi manfaat kepada berbagai
pihak dengan memproduksi CPO.
Komentar
Posting Komentar
Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)