September hadir. Raungan ambulance tak lagi segarang bulan Juli. Kesedihan tak lagi tumpah ruah, meski belum hilang.
Kata penyair Joko Pinurbo, bulan Juli terbuat dari innalilahi. Dimana hari-hari penuh dengan berita duka. Gelombang kedua covid-19 akhirnya menerpa negeri ini. Hal yang bisa ditebak sebetulnya, mengingat negara-negara lain sudah mengalami tsunami covid-19 di bulan-bulan sebelumnya, terlebih semenjak varian delta hadir. Sungguh, saya lebih senang mendengar bertambahnya varian aneka kopi atau boba. Yang manis dan menyenangkan. Daripada beragam varian virus laknat yang menjumpar balikkan segala hal. Di sini dan belahan dunia lain.
Setiap hari berita lelayu terdengar dari masjid kampung atau kampung sebelah. Pesan duka berpulangnya seseorang silih berganti dari semua grup whatsapp. Tentu bukan hanya saya yang mengalami, tetapi juga sahabat, teman, rekan kantor, saudara dan semua orang membicarakan tentang kematian. Kematian yang tidak biasa. Beruntun. Datang cepat. Seolah malaikat maut sedang bekerja keras agar bisa naik jabatan.
Beruntunnya berita duka cita tak urung membuat saya juga "takut". Dan ketika berita kematian semakin mendekat, saya memutuskan untuk mempersembahkan Satu Rosario bagi seseorang yang saya tahu sedang terkena covid-19. Dan juga bagi yang dipanggil Tuhan.
Mendoakan orang lain secara khusus dengan doa yang panjang - yang bukan saudara - rasanya jarang saya lakukan. Hal ini terinspirasi dari sebuah novel karya Nora Roberts, dimana salah satu tokohnya selalu mempersembahkan doa Rosario bagi orang yang sedang sakit, dalam masalah dan yang baru saja berpulang. Sayangnya kok di bulan ini semangat saya mendoakan "mlendek" karena berkurangnya juga yang positif covid-19. Dasar manusia! "Merayu" Tuhan saat ada maunya.
Juli.
Saat anak kehilangan kedua orang tuanya sekaligus. Ketika seorang suami tak lagi bisa memeluk istri dan anak terkasih. Seorang adik ditinggal kedua kakak kandung dalam waktu selang satu hari. Seorang Ibu yang tak lagi bersuami dan berputra. Dan banyak ribuan berita duka. Kehilangan orang yang dicintai.
Hingga, berita sedih menghampiri saya. Istri dari keponakan yang di hari Selasa masih membalas DM. "Iya mbak, ini lagi isoman bareng mas". Instastorynya masih memperlihatkan wajah cantiknya. Berbalas chat hingga chat terakhir yang tak lagi dibalas.
|
Keponakan sebelah aku. Selamat beristirahat di surga ya nok. |
Jumat sore, berita duka amat dalam datang. Calon Ibu yang sangat cantik dengan dedek bayi di perutnya lebih disayang Tuhan. Saya masih tidak percaya dengan berita itu. Memastikan dengan menelpon saudara. Berharap kabar sesungguhnya yang berpulang adalah baby dan ibunya terselamatkan. Namun rupanya Tuhan yang empunya rencana diatas segala rencana sudah menggariskan keponakan saya kehilangan istri dan calon buah hati yang masih berusia sekitar 7 bulan.
Menangis. Iya saya menangis. Kenapa ya Tuhan tega?
***
Ah, saya jadi ingin menangis. Tapi malu kalau dilihat masbojo. Tutup pintu kamar dulu.
***
Saya merasakan duka lagi.
Ketika tak sengaja membuka beranda facebook dan membaca status teman, jika suaminya meninggal. Dan ketika saya lihat fotonya, itu adalah bapak kos sewaktu masih kuliah. Bukan sekedar bapak kos, tetapi kakak, mas, sahabat, teman seiman, dan merasa sepenanggungan sebagai anak Clayton -baca klaten-.
Usia kami yang tak terpaut jauh, dari kota yang sama, sama-sama minoritas membuat kami sudah seperti kakak adik. Bagaimana gokilnya mas Boni -begitu saya memanggilnya- dan segala polah tingkahnya saat itu. Seperti tak percaya dia sudah berpulang.
Kenapa ya Tuhan memanggil orang begitu cepat? Apakah semesta sedang ingin membuat dunia berwana kelabu? -nanya lagi-
[tissue mana tissue, hidungku meler]
***
September. Kenapa kabar duka masih datang?
Suami rekan kantor yang usianya sebaya dengan saya juga berpulang, setelah hampir 20 hari berjuang melawan covid-19. Mendengar kabar itu, saya ikut lemas seharian. Tentu, saya nggak bakal bisa membayangkan kesedihan teman saya. Saya pernah "kehilangan" tapi tak seberat itu, jadi saya tak perlu sok-sokkan bilang "nggak usah sedih, jangan menangis".
***
Kematian merupakan puncak dari semua kehilangan yang tak bisa diabaikan. Jangan pernah menyangkal rasa kehilangan - p.
Apa sich dukacita itu?
Dukacita merupakan suatu proses yang universal, kompleks dan menyakitkan berkaitan dengan masalah kehilangan. Saat Tuhan mempertemukan dengan seseorang yang kita cintai tapi kemudian Tuhan juga merenggutnya. Entah karena beda keyakinan dan tak berjodoh atau dia memilih meninggalkan kita. Rasanya sama. Kehilangan.
Temans, dukacita tak hanya terbatas pada kehilangan orang yang kita sayangi karena kematian. Kita juga berdukacita akan hal-hal yang membuat hati kita kacau. Ketika Tuhan merenggut "sesuatu". Jiwa kita terguncang. Kita merasa kehilangan.
Perceraian, anak-anak mulai dewasa dan meninggalkan rumah atau tak lagi kuat begadang dan menyadari kita tak lagi muda juga bisa menyebabkan kita berdukacita. Kedalaman dukacita akan sangat bergantung dengan keeratan hubungan emosional kita dengan hal tersebut, baik dengan seseorang, hewan yang disayang, organisasi bahkan sebuah ideologi atau kegagalan mendapatkan beasiswa atau promosi jabatan yang sudah nampak di depan mata.
Kegelisahan memasuki usia 40 tahun. Itu yang saya rasakan. Dua tahun lagi saya berkepala empat. -piye jal sing nganggo helm- :P
Saya merindukan masa kecil yang membahagiakan. Rupanya saya kehilangan itu. Ada masa di sore hari saya lebih memilih menikmati teh panas sendirian di teras belakang rumah. Mendengarkan lagu-lagu lawas, dari Dian Pisesha hingga Pance Pondaag. Jujur saya bukan penggemar lagu golden memory, tapi beberapa bulan yang lalu. Dalam seminggu saya melakukan rutinitas yang sama. Duduk diam sendirian mendengarkan lagu lawas. Lagu-lagu itu rupanya membawa memory saya ke masa kanak-kanak. Ketika saya masih bebas bermain tanpa beban dan sayup-sayup terdengar lagu-lagu yang diputar Bapak atau Ibu saya di masa lampau. Rupanya saya berduka mengingat usia yang tak lagi kanak-kanak.
Dukacita tak perlu diatasi, tetapi dijalani.
Kita tidak diciptakan untuk dapat mengatasi kehilangan. Dukacita hanya bisa kita jalani. Dijalani tahap demi tahap. Jadi, jangan berharap kalian bisa mengatasi kehilangan. Pernah saya berpikir, bahkan mungkin juga kamu. Yuk, kita atasi dukacita ini. Tahap demi tahap. Tapi tak semudah itu Alexandro! Fase-fase itu bukan dalam satu jalan lurus dan sesaat lalu selesai. Proses dukacita itu tidak beraturan bahkan terkadang bertubrukan. Bahkan saat sudah terlampau lama, dukacita bisa datang lagi. Hayo, siapa yang kadang masih nangis saat mantan? Ngaku!
"Dalam dukacita, segala sesuatunya berputar terus. Meski kita berusaha menepis duka itu, ia akan hadir kembali. Lagi dan lagi segalanya berulang" CS Lewis
Tidak semua orang melewati tahapan dukacita dengan urutan dan kecepatan yang sama. Bisa jadi kamu hanya membutuhkan waktu dua bulan melupakan mantan istri lalu nikah lagi kayak itu, eh nggak usah gosip. Tapi boleh lah kasih spoiler, ALVIN anaknya ..... Sedangkan saya butuh bertahun-tahun hanya sekedar move on dari seseorang.
Dukacita membuat hati kita lengang. Sunyi. Bentuk kehilangan dan penderitaan tiap orang juga berbeda, tak ada yang bisa memahami dukacita kita sepenuhnya. Kehilangan itu merobek jiwa, tapi yakinlah pasti bisa pulih. Karena saat kepedihan hilang, akan terganti kenangan manis, tapi rasa kehilangan itu juga bisa datang lagi, sewaktu-waktu muncul dalam situasi khusus.
Ibu mertua saya sudah 3 tahun yang lalu berpulang. Tapi, hingga saat ini saya tak berani berlama-lama saat nyekar, terlebih saat bersama anak-anak. Rasa sedih dan kehilangan akan datang lagi. Saya tak ingin menangis di depan anak-anak. Jujur, ini hal yang membuat saya sadar meski saya sudah melewati dan pulih tapi saya memang tak bisa mengatasi dukacita ini.
Apakah kalian pernah berduka atau sedang berduka? Apa yang kalian lakukan agar pulih? Share di kolom komentar donks.
Tahapan dukacita apa saja yang biasanya kita hadapi? Tahapan dukacita apa saja yang harus dilewati? tunggu postingan selanjutnya - kalau aku inget :D-
Komentar
Posting Komentar
Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)