Belajar Science dan Sosial bersama teman tuli |
Sekolah yang sesungguhnya bukan sekedar mendidik siswa cakap menghitung satu ditambah satu sama dengan dua atau cepat menjawab pertanyaan planet apa yang paling dekat dengan matahari. Karena, apalah arti semua kecakapan akademis tanpa jiwa berkarakter dan memiliki empati. Ingat, manusia bukan robot, pendidikan yang “sesungguhnya” memang sudah sewajarnya diterima sedini mungkin, selekas mungkin meski tak pernah ada kata terlambat untuk belajar.
Jumat siang saya di pekan kemarin sungguh berbeda. Saya berkunjung ke sebuah sekolah internasional satu-satunya di kota tempat tinggal saya, Yogyakarta. Lokasinya tak jauh dari pusat kota, berada di kawasan Monjali yang meski sudah padat tetapi banyak kesejukan di sana. Bukan pagar tembok kokoh yang saya temukan seperti sekolah-sekolah kebanyakan. Melainkan pagar besi mengelilingi bagian depan.
Terlihat semacam telaga kecil dikelilingi pohon-pohon besar, nampak seperti hutan kecil, bangunan modern bertingkat dan sebuah joglo. Saya bisa menikmati pemandangan yang sejuk dan indah dari sekolah itu, meski saya masih di luar pagar. Seolah ingin memberi isyarat “Kami ada untuk semua, kami tak membatasi diri untuk untuk kalangan tertentu, pendidikan itu universal, please welcome”.
Meski agak keder melihat sekolah sebesar itu, saya memberanikan diri untuk bertanya pada satpam yang menjaga pintu pagar yang ada di sebelah barat. Pintu yang selalu ditutup dan dijaga karena memang tak hanya kenyamanan yang utama bagi anak-anak sekolah tetapi keamanan juga sangat penting.
“Selamat siang Ibu, ada yang bisa saya bantu?” seorang satpam menghampiri saya ketika saya berhenti di depan pintu pagar. Salut saya, pak satpamnya disiplin menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menerima tamu, tentu demi keamanan anak didik, staf dan guru-guru di sana.
Tak lama setelah mendapat kabar dari handy talkie yang dia pegang, saya diperbolehkan masuk, diarahkan saat memarkir kendaraan dan dipandu arah masuk ke gedung sekolah. Pemandangan hijau mendominasi sekolah ini. Dari jauh nampak lapangan bola yang luas, saya membayangkan anak-anak bermain bola sepuasnya tanpa kawatir bola terlempar keluar bangunan sekolah atau mengenai tembok tetangga. Hahahaha. Dalam hati saya membatin “Emang macam rumah kamu mbak, tak hanya terbatas ruang dan waktu tapi juga terbatas tembok tetangga”
Ohya, teman-teman pasti bertanya-tanya, ngapain sih mbak Prima berkunjung ke Yogyakarta Independence School. Tentu bukan karena saya ingin sekolah lagi ya gaes, karena usia saya cocoknya masuk S2. Hahahaha. Siang itu saya tertarik melihat proses belajar mengajar di sekolah internasional satu-satunya diYogyakarta. Ya, siapa tahu, kan ada rejeki bisa menyekolahkan duo anak lanang di sini. Bisa minta amin gaes.
Tentang Yogyakarta Independent School
Okay sekarang ngobrolin tentang kurikulum di YIS. Namanya sekolah internasional tentu kurikulumnya internasional donk, dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa di YIS. Tinggal di Indonesia tentu juga harus bisa berbahasa Indonesia, cinta Indonesia.
Kata orang tak kenal maka tak sayang, yuk mengenal lebih dekat dengan Yogyakarta Independent School (YIS). Seperti yang sudah saya sampaikan dari awal ya di Jogja baru ada satu sekolah internasional. Dulunya sekolah ini bernama Yogyakarta International School tapi setelah tahun 2014 berganti nama menjadi Yogyakarta Independent School hingga sekarang.
Sekolah ini berdiri sejak Oktober tahun 1989. Artinya sekolah ini sudah berdiri selama 32 tahun gaes. Wow. Artinya kualitas, sistem pendidikan dan pengalaman para pengajarnya tak diragukan lagi. Bagaimana pun jam terbang sangat menentukan kualitas, di bidang apapun itu terkhusus pendidikan. Tenaga pengajar berasal dari banyak negara begitupun dari Indonesia.
Untuk legalitas, Yogyakarta Independent School beroperasi di bawah yayasan yang berbadan hukum dan memiliki izin resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia serta terakreditasi, dan merupakan anggota East Asia Regional Councilof Overseas Schools (EARCOS). FYI, EARCOS adalah organisasi dewan sekolah untuk regional Asia Timur yang mana anggotanya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama selama program pendidikan.
YIS adalah satu-satunya sekolah berkurikulum IB di Yogyakarta. International Baccalaureate (IB) adalah yayasan pendidikan internasional yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, dan memiliki empat program pendidikan formal, meliputi:
1. IB Primary Years Programme (PYP) untuk usia
3-12 tahun
2. IB Middle Years Programme (MYP) untuk usia
11-16 tahun
3. IB Diploma Programme (DP) untuk usia 16-19 tahun
4. IB Career-Related Programme (CP) untuk usia 16-19 tahun
Yogyakarta Independent School (YIS) sendiri sudah resmi menjalankan tiga program pendidikan yaitu:
1. IB Primary Years Programme (PYP)/PAUD dan SD
2. IB Middle Years Programme (MYP)/SMP
3. IB Diploma Programme (DPP/SMA
Room Tour di YIS
Sebelum mengikuti adik-adik kelas 1 dan 2
belajar ilmu sosial dan science, saya berkesempatan berkeliling di Yogyakarta
Independent School. Melihat ruang-ruang kelas dan fasilitas-fasilitas yang
disediakan sekolah untuk mendukung program pembelajaran siswa.
Okay, dimulai dari kantor guru dan staf sekolah, berlanjut ke perpustakaan dengan konsep terbuka. Segala macam buku berjajar rapi di rak dengan meja dan kursi di tengah-tengah ruangan. Pak Yeremia yang merupakan marketing YIS mendampingi kami dan menjelaskan dengan detail semua ruangan serta system pembelajaran di YIS.
Design ruangan dan bangunan berkonsep modern
minimalis, semua kelas dengan dinding kaca bening dan warna hijau muda memberi
nuansa ceria. Saat melewati kelas 4 anak-anak sedang belajar bahasa Inggris
dengan guru (native speaker) dari UK. Seru banget yaaa bisa belajar dan
mempraktekan langsung dengan penutur asli dari Inggris.
Ruang kelas ART |
Setelah berkeliling di lantai bawah. saya lanjut naik ke lantai dua, ada ruang kelas grade anak SMA. Ruang kelas disesuaikan dengan mata pelajaran seperti kelas bahasa, kelas IPA, kelas musik, kelas art dll. Ohya perpustakaan tak cuma satu lho, di bagian belakang ada secondary library masih dengan tata ruang yang sama, tidak berada di ruang yang tertutup.
Selain ruang kelas, di lantai atas juga ada lapangan basket yang luas. Beberapa siswa sedang mengikuti pelajaran olahraga basket. Sebagai penyuka basket yang pas SMA aktif eksul basket lihat lapangan basket yang luas dan bersih kayak gini jadi pengen shooting bola. Hehehe. Fasilitas lainnya ada dua lapangan sepak bola dengan ukuran standar dan mini lapangan. Di bagian barat juga ada mini farm, anak-anak bisa belajar tentang tumbuhan secara langsung.
Puas berkeliling kami kembali ke lantai bawah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar adik kelas 1 dan 2 SD. Siang itu adik-adik belajar ilmu sosial dan science secara bersamaan. Pada pelajaran Science, siswa belajar mengenai fungsi Panca Indera, dan mencoba melatih kepekaan kelima indera tersebut melalui percobaan percobaan sederhana. Sedangkan dari sisi sosial, siswa belajar mengenai bagaimana bagian bagian tubuh kita membantu kita dalam berinteraksi dengan orang lain.
Ehm, dulu di sekolah saya sepertinya hanya dapat pelajaran tentang fungsi indra melalui pelajaran IPA dengan konsep menghapal. Bahkan untuk memahami sulit. Disini pembelajaran dengan konsep yang berbeda dengan pendidikan konvensional. Anak-anak bisa memahami bukan sekedar hapal saja.
Yang sangat menarik adalah hadirnya Mas Ahmad (teman tuli), Mbak Nisa Setya Widyasanti (interpreter) dan mas Nabil Uzdy Mubarok yang mendokumentasikan kegiatan siang itu. Mereka bertiga dari komunitas 'Sindhen Art Community' yang merupakan yayasan yang bergerak di bidang kreatif untuk semua kalangan terkhusus teman-teman difabel.
Dengan menyesuaikan tema di kelas, siswa belajar mengenai bahasa isyarat melalui komunitas tersebut..Proses belajar langsung dengan narasumber yaitu Mas Ahmad, dia berkebutuhan khusus tidak bisa mendengar dan berbicara, disebut sebagai Teman Tuli. Dibantu Mbak Nisa sebagai interpreter.
Bahasa isyarat atau sign language adalah sistem komunikasi yang menggunakan isyarat dan tanda visual sebagai cara bercakap bagi orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran. Umumnya, bahasa isyarat disampaikan melalui gestur tangan dan jari oleh penutur dan diinterpretasikan menjadi padanan kalimat bahasa oleh lawan bicaranya.
Mas Ahmad berdiri di depan kelas bersama Mbak Nissa memberi materi yang paling sederhana seperti mengajarkan bahasa isyarat tentang ekspresi, perkenalan, mengeja alphabet dengan bahasa isyarat serta beberapa kalimat yang digunakan sehari-hari seperti terimakasih dan minta tolong.
Pelajaran dimulai dari pukul 13.00 WIB. Mas Ahmad berbicara dengan bahasa isyarat dan Mbak Nissa sebagai interpreter menerjemahkan secara lisan dalam bahasa Inggris. Saya yang selama ini tidak pernah belajar bahasa isyarat merasa sangat antusias dan secara tidak langsung ikut belajar dan tangan saya otomatis bergerak membentuk isyarat seperti yang disampaikan mas Ahmad.
Di sesi terakhir anak-anak diminta untuk mempraktekkan dengan mengenalkan nama mereka kepada mas Ahmad dengan mengeja huruf satu persatu memakai bahasa isyarat yang sebelumnya sudah diajarkan.
Kegiatan belajar mengajar selama satu jam
tidak terasa lama, bahkan sangat menyenangkan. Padahal jika kita membaca
temanya yaitu Science dan Sosial
sepertinya tema yang berat ya teman-teman. Tapi disini, anak-anak dengan happy menerima banyak pelajaran baru.
Pertama, anaik-anak mengenal dan menyadari bahwa di sekeliling mereka ada
banyak orang yang memiliki keterbatasan fisik yang berbeda dengan mereka.
Mereka yang memiliki keterbatasan sama seperti mereka yang bisa diajak
berkomunikasi, bersosialisasi berteman seperti manusia normal lainnya. Tentu
dengan belajar bahasa isyarat menggunakan bagian tubuh untuk mengekspresikan
diri, dengan bahasa tubuh dan gerak bibir untuk berkomunikasi dengan teman
tuli.
Dalam satu jam bersama anak-anak siswa kelas
1-2 Yogyakarta Independent School saya mendapat beberapa “value” yaitu :
1. Saya melihat kebahagiaan anak-anak saat
bertemu Mas Ahmad seorang teman tuli/tuna rungu. Anak-anak bisa menerima
seseorang yang berbeda dengan mereka, bahkan mereka mau berkomunikasi dan
memahami sesamanya meski membutuhkan
effort lebih dengan belajar bahasa isyarat.
2.
Mas Ahmad,
seorang teman tuli yang dari pertama saya melihat dia, satu jam di dalam kelas,
berdiri dan berbicara dalam bahasa isyarat, membantu anak-anak saat gerakan
tangan mereka salah hingga waktu berpisah, saya selalu melihat senyum
tersunging di wajahnya. Dengan keterbatasan yang dia miliki, selalu ceria dan
tertawa. Sungguh saya sangat terharu. Rasanya Tuhan sedang menampar saya, jika
saya yang sudah diberi karunia fisik sempurna masih suka bersungut-sungut pada
Tuhan.
3. Para guru yang semuanya fasih berbahasa Inggris juga bersemangat mengenal dan belajar bahasa isyarat. Kesabaran mereka terlihat saat mendampingi anak-anak belajar. Seorang gadis kecil, sepertinya lebih kecil dari teman-temannya tak mau lepas dari pangkuan ibu guru. Dari awal belajar hingga selesai dia nyaman dipangku dan bergelendot pada ibu gurunya.
Aktivitas ini hanya salah satu dari sekian banyak aktivitas/pelajaran yang diberikan di Yogyakarta Independent School. Satu aktivitas tapi mengandung berbagai pelajaran serta nilai yang ditanamkan ke siswa, menjadikan mereka manusia yang tak hanya cerdas secara akademik tapi menjadi manusia yang memiliki empati dan mandiri.
Tujuan aktivitas belajar dengan tema “My Body Helps Me Interact with The World” supaya siswa memahami keberadaan teman-teman lain yang berbeda secara fisik dengan kita. Dengan mengenal bahasa isyarat mereka bisa menggunakan bagian bagian tubuhnya untuk mengekspresikan diri. Siswa diharapkan juga bisa lebih berempati ketika menjumpai teman- teman berkebutuhan khusus di kehidupan sehari-hari. Mau berkomunikasi dengan mereka, bukan menjauh.
Teman-teman, sering kita tidak sadar, banyak sesama kita yang berbeda dengan kita karena keterbatasan fisik mereka. Ada yang tidak bisa melihat, tidak bisa berjalan, atau tidak bisa mendengar dan berbicara seperti Mas Ahmad. Pernahkah kita peduli pada mereka. Berinisiatif berkomunikasi dan memahami mereka? “Saya tidak bisa berbahasa isyarat” bukan sebuah alasan menjadi manusia yang tidak berempati. Di Indonesia teman tuli masih sulit untuk berkomunikasi karena terbatasnya akses bahasa isyarat. Mereka bingung untuk berkomunikasi dan orang-orang memilih menjauh jika langsung berhadapan dengan teman tuli. Tahukah kalian hal itu membuat teman tuli merasa sedih dan merasa tidak dihargai.
Senang bisa mengenal Yogyakarta Independent
School meski cuma sebentar. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dalam satu jam bersama siswa YIS dan teman tuli menghasilkan sebaris quote ala-ala mbak Prima "Sesungguhnya pendidikan bisa membawa kita menjadi
manusia yang manusia, bukan robot berwajah manusia".
Jadi kapan mau belajar bahasa isyarat gaes?
***
YOGYAKARTA INDEPENDENT SCHOOL
Jalan Tegal
Mlati 1, Jombor Lor, Sinduadi, Mlati, Sleman 55284, DI Yogyakarta
P.O. Box
1175 / YKBB Yogyakarta 55281
Telp. +62
274 5305147 | 5305148, Fax. 5305148
WhatsApp: +628112632442
Website: yis-edu.org | Email: info@yis-edu.org
Komentar
Posting Komentar
Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)